he jungle rubber system is a low-in

he jungle rubber system is a low-input agroforestry system, in which rubber
competes with the regrowth of the natural forest. In the past, people who grew
perennials on land could lay claim to it, so rubber agroforestry systems were a
means of acquiring land. Furthermore, the system is inexpensive and requires little
labour for establishment and maintenance (Gouyon 1993 and 1995).
After an area is cleared by slashing and burning, rice is planted 1 or 2 years.
Subsequently, rubber is planted along with a variety of other useful trees that
produce fruit, nuts, timber and rattan. The secondary forest associated with rubber is
biologically diverse, and the forest-like environment contributes to good soil fertility
and to improve watershed management (de Foresta 1992a).

On the whole, the rubber agroforestry systems are sustainable alternatives to the
original slash-and-burn process

Results (Indonesian) 2:

ia sistem karet hutan adalah sistem agroforestri rendah input, di mana karet
bersaing dengan pertumbuhan kembali hutan alam. Di masa lalu, orang-orang yang tumbuh
tanaman keras di lahan bisa mengklaim itu, sehingga sistem agroforestri karet adalah
sarana untuk memperoleh tanah. Selanjutnya, sistem ini murah dan membutuhkan sedikit
tenaga kerja untuk pembentukan dan pemeliharaan (Gouyon 1993 dan 1995).
Setelah area dibersihkan dengan pemotongan dan pembakaran, padi ditanam 1 atau 2 tahun.
Selanjutnya, karet ditanam bersama dengan berbagai lainnya pohon berguna yang
menghasilkan buah, kacang-kacangan, kayu dan rotan. Hutan sekunder yang terkait dengan karet
biologis beragam, dan lingkungan hutan seperti kontribusi untuk kesuburan tanah yang baik
dan untuk meningkatkan pengelolaan daerah aliran sungai (de Foresta 1992a). Secara keseluruhan, sistem agroforestri karet alternatif berkelanjutan dengan aslinya slash-dan- Proses membakar