Mineralization of soil organic matt

Mineralization of soil organic matter is a primary energy resource for organisms involved in nutrient recycling and soil structuration and allows nutrients to be return to the soil and be reused by plants. Soil organic matter is highly sensitive to change through management and is widely used as an indicator of soil quality. Soil quality assessment is essential to quantify the effects of human actions and improper management on the agroecosystem, mostly those related to the sustainability of the agriculture (Armenise et al, 2013). Changes in forest structure and management practices are likely to alter soil organic carbon content by changed input rates of organic matter, changed decomposability of organic matter and changes in soil moisture and temperature regimes, influencing decomposition rates (Post and Kwon, 2000; Lal, 2005). Various studies have reported a substancial decrease of soil organic matter after conversion to plantations (Guillaume et al., 2015; Van Straaten et al., 2015). The level of soil degradation in Jambi province and the establishment of new plantations on soils are raising major concerns about the sustainability of agricultural intensification in the tropics.Furthermore, the impacts of SOM losses on soil fertility remain unclear, in particular
Soil organic matter (SOM) losses are also associated with a decrease of soil quality and fertility and thus, with a soil’s capacity to provide sustainable ecosystem services (Bastida et al., 2008; Lal, 2010, 2006). SOM is considered as an “umbrella” property of soil fertility because SOM decrease is associated with the decrease of most soil properties and functions related to fertility. This includes bulk density, nutrient availability, water penetration and holding capacity, erodibility, and microbial activity (Lal, 2006). For instance, SOM and crop yield are positively correlated in various agricultural systems (Bauer and Black, 1994; Ganzhara, 1998).

Results (Indonesian) 1:

Mineralisasi bahan organik tanah adalah sumber utama energi untuk organisme terlibat dalam gizi daur ulang dan tanah structuration dan memungkinkan nutrisi untuk kembali ke tanah dan digunakan kembali oleh tanaman. Bahan organik tanah sangat sensitif terhadap perubahan melalui manajemen dan secara luas digunakan sebagai indikator kualitas tanah. Penilaian kualitas tanah sangat penting untuk mengukur efek dari tindakan manusia dan tidak tepat Manajemen agroekosistem, terutama yang berhubungan dengan keberlanjutan pertanian (Armenise et al, 2013). Perubahan dalam praktik struktur dan manajemen hutan mungkin untuk mengubah kandungan karbon organik tanah dengan harga input berubah bahan organik, berubah decomposability bahan organik dan perubahan rezim kelembaban dan suhu tanah mempengaruhi tingkat dekomposisi (posting dan Kwon, 2000; Lal, 2005). Berbagai penelitian telah melaporkan penurunan substancial bahan organik tanah setelah konversi ke perkebunan (Guillaume et al., 2015; Van Straaten et al., 2015). Tingkat degradasi tanah di Propinsi Jambi dan pembentukan perkebunan baru di tanah yang menimbulkan kekhawatiran utama mengenai keberlanjutan intensifikasi pertanian di daerah tropis. Selain itu, dampak SOM kerugian pada kesuburan tanah tetap tidak jelas, khususnya Tanah bahan organik (SOM) kerugian juga dikaitkan dengan penurunan kualitas tanah dan kesuburan dan dengan demikian, dengan kapasitas tanah untuk menyediakan jasa ekosistem yang berkelanjutan (Bastida et al., 2008; Lal, 2010, 2006). SOM dianggap sebagai "payung" properti kesuburan tanah karena penurunan SOM dikaitkan dengan penurunan kebanyakan sifat-sifat tanah dan fungsi yang terkait dengan kesuburan. Ini termasuk kepadatan massal, ketersediaan unsur hara, penetrasi air dan kapasitas menahan, erodibility, dan aktivitas mikroba (Lal, 2006). Misalnya, hasil SOM dan tanaman berkorelasi positif dalam berbagai sistem pertanian (Bauer dan hitam, 1994; Ganzhara, 1998).

Results (Indonesian) 2:

Mineralisasi bahan organik tanah merupakan sumber daya energi primer bagi organisme yang terlibat dalam daur ulang nutrisi dan strukturasi tanah dan memungkinkan nutrisi untuk kembali ke tanah dan digunakan kembali oleh tanaman. Bahan organik tanah sangat sensitif terhadap perubahan melalui manajemen dan secara luas digunakan sebagai indikator kualitas tanah. Penilaian kualitas tanah sangat penting untuk mengukur dampak dari tindakan manusia dan manajemen yang tidak tepat pada agroekosistem, sebagian besar yang berkaitan dengan keberlanjutan pertanian (Armenise et al, 2013). Perubahan struktur dan praktek manajemen hutan cenderung mengubah tanah kandungan karbon organik dengan tingkat berubah masukan bahan organik, berubah decomposability dari bahan organik dan perubahan kelembaban tanah dan suhu rezim, yang mempengaruhi tingkat dekomposisi (Pos dan Kwon, 2000; Lal 2005 ). Berbagai penelitian telah melaporkan penurunan substansial dari bahan organik tanah setelah konversi menjadi perkebunan (Guillaume et al, 2015;. Van Straaten et al, 2015.). Tingkat degradasi tanah di provinsi Jambi dan pembentukan perkebunan baru di tanah yang meningkatkan kekhawatiran besar tentang keberlanjutan intensifikasi pertanian di tropics.Furthermore, dampak kerugian SOM pada kesuburan tanah tetap tidak jelas, khususnya
bahan organik tanah (SOM ) kerugian juga terkait dengan penurunan kualitas tanah dan kesuburan dan dengan demikian, dengan kapasitas tanah untuk menyediakan jasa ekosistem yang berkelanjutan (Bastida et al, 2008;. Lal, 2010, 2006). SOM dianggap sebagai "payung" milik kesuburan tanah karena penurunan SOM dikaitkan dengan penurunan sifat-sifat tanah yang paling dan fungsi yang berhubungan dengan kesuburan. Ini termasuk bulk density, ketersediaan hara, penetrasi air dan menahan kapasitas, erodibilitas, dan aktivitas mikroba (Lal, 2006). Misalnya, SOM dan hasil tanaman berkorelasi positif di berbagai sistem pertanian (Bauer dan Black, 1994; Ganzhara, 1998).