Many companies simply do not give T

Many companies simply do not give TQM the chance to prove its bene-
fits. Jerry Bowles, author of Beyond Quality, states that "most Japanese compa- nies began their quality improvement efforts in the early 1950s and stuck with them religiously, although they didn't begin to see Significant payoffs until the late 1970s" (Mathews and Katel, 1992, p. 49). Many supporters of TQM say that in this age of competition, TQM is "the minimum requirement for staying in the game" (Mathews and Katel, 1992, p. 49).

Results (Indonesian) 1:

Banyak perusahaan hanya tidak memberikan TQM kesempatan untuk membuktikan bene-cocok. Jerry Bowles, penulis luar kualitas, menyatakan bahwa "kebanyakan Jepang berbunga-beliau mulai upaya perbaikan kualitas di awal 1950-an dan terjebak dengan mereka religius, meskipun mereka tidak mulai melihat hadiah yang signifikan hingga 1970-an" (Mathews dan Katel, 1992, ms. 49). Banyak pendukung TQM mengatakan bahwa dalam usia ini kompetisi, TQM adalah "persyaratan minimum untuk tinggal di permainan" (Mathews dan Katel, 1992, ms. 49).

Results (Indonesian) 2:

Banyak perusahaan hanya tidak memberikan TQM kesempatan untuk membuktikan bene nya
cocok. Jerry Bowles, penulis Beyond Kualitas, menyatakan bahwa "sebagian besar perusahaan--perusahaan Jepang mulai upaya perbaikan kualitas mereka di awal 1950-an dan terjebak dengan mereka religius, meskipun mereka tidak mulai melihat hadiah yang signifikan sampai akhir 1970-an" (Mathews dan Katel , 1992, hal. 49). Banyak pendukung TQM mengatakan bahwa dalam era persaingan, TQM adalah "persyaratan minimum untuk tinggal dalam permainan" (Mathews dan Katel, 1992, hal. 49).