I argue here for an additional subi

I argue here for an additional subidentity: cultural identity. Cultural identity is a
sociolinguistic factor that involves how speakers conceive of themselves in relation
to their local and larger regional communities. In one of the foundational works for
variationists, Labov 1963, Labov concluded that for the people of Martha’s Vineyard,
a speaker’s degree of orientation to the local community showed the strongest correlation
with the variants under study, although other nonlinguistic factors also showed
some correlation. The later and larger speech community studies of the 1960s and
1970s excluded such a variable, but other studies do remark on speakers’ orientation
to local and nonlocal culture (see Eckert 1988, 1999, Fasold et al. 1973, Ito & Preston
1998, Johnson-Weiner 1998, Meyerhoff 1995, Milroy 1987, Labov 1963, Schilling-
Estes & Wolfram 1999, Thomas 1997, Wolfram et al. 1999, Wolfram & Schilling-
Estes 1995; see also Meyerhoff & Niedzielski 1994). The study of identity is therefore
not new. In fact, one of the first American studies of language variation, Fischer 1958,
took into account a feature of speakers’ identity; Fischer correlated the social correctness
of the speaker with the dependent variable (e.g. his ‘model boy’ used ‘almost exclusively’
the more standard variant).3 But in general, as Chambers remarks, the categories
of identity have ‘frozen prematurely into a standard list—class, age, gender, ethnicity,
region’ (1993:143). I argue that cultural identity should become part of the regular
litany of nonlinguistic factors assessed in the study of language variation.

Results (Indonesian) 1:

Aku berdebat di sini untuk subidentity tambahan: identitas budaya. Identitas budayasosiolinguistik faktor yang melibatkan bagaimana speaker membayangkan diri dalam hubungankomunitas daerah lokal dan lebih besar. Dalam salah satu karya dasar untukvariationists, Labov 1963, Labov menyimpulkan bahwa bagi rakyat Martha's Vineyard,speaker's gelar orientasi kepada masyarakat setempat menunjukkan korelasi kuatdengan varian di bawah studi, meskipun faktor-faktor nonlinguistic lain juga menunjukkanbeberapa korelasi. Studi kemudian dan lebih besar komunitas pidato tahun 1960-an dantahun 1970-an dikecualikan sebuah variabel, tapi studi lain berkomentar pada speaker orientasibudaya lokal dan nonlocal (Lihat Eckert 1988, 1999, Fasold et al. 1973, Ito & PrestonTahun 1998, Johnson-Weiner 1998, Meyerhoff 1995, Milroy 1987, Labov 1963, Schilling-Estes & Wolfram 1999, Thomas 1997, Wolfram et al. 1999, Wolfram & Schilling-Estes 1995; Lihat juga Meyerhoff & Niedzielski 1994). Oleh karena itu studi tentang identitastidak baru. Pada kenyataannya, salah satu penelitian Amerika pertama variasi bahasa, Fischer 1958,memperhitungkan fitur identitas speaker; Fischer berkorelasi kebenaran sosialpembicara dengan variabel (misalnya ' model anaknya' digunakan 'hampir secara eksklusif'varian yang lebih standar).3 tetapi secara umum, sebagai komentar Chambers, kategoriidentitas memiliki ' beku prematur ke dalam daftar standar-kelas, Umur, jenis kelamin, etnis,region’ (1993:143). I argue that cultural identity should become part of the regularlitany of nonlinguistic factors assessed in the study of language variation.

Results (Indonesian) 2:

Saya berpendapat sini untuk subidentity tambahan: identitas budaya. Identitas budaya adalah
faktor sosiolinguistik yang melibatkan bagaimana pembicara memahami diri dalam kaitannya
dengan masyarakat daerah setempat dan yang lebih besar mereka. Dalam salah satu karya dasar untuk
variationists, Labov 1963, Labov menyimpulkan bahwa bagi orang-orang dari Martha Vineyard,
gelar pembicara orientasi kepada masyarakat setempat menunjukkan korelasi kuat
dengan varian yang diteliti, meskipun faktor nonlinguistik lain juga menunjukkan
beberapa korelasi. Studi kemudian dan masyarakat tutur yang lebih besar dari tahun 1960-an dan
1970-an dikecualikan variabel tersebut, tetapi penelitian lain yang berkomentar tentang orientasi speaker '
dengan budaya lokal dan nonlokal (lihat Eckert 1988, 1999, Fasold et al. 1973, Ito & Preston
tahun 1998, Johnson -Weiner 1998, Meyerhoff 1995, Milroy 1987, Labov 1963, Schilling-
Estes & Wolfram 1999, Thomas 1997, Wolfram et al 1999, Wolfram & Schilling-.
Estes 1995; lihat juga Meyerhoff & Niedzielski 1994). Oleh karena itu studi tentang identitas
bukan hal baru. Bahkan, salah satu penelitian Amerika pertama variasi bahasa, Fischer 1958,
memperhitungkan fitur identitas pembicara; Fischer berkorelasi kebenaran sosial
dari pembicara dengan variabel dependen (misalnya nya 'model boy' digunakan 'hampir secara eksklusif'
varian lebih standar) 0,3 Tapi secara umum, sebagai pernyataan Chambers, kategori
identitas telah 'dibekukan prematur menjadi standar daftar kelas, usia, jenis kelamin, etnis,
daerah '(1993: 143). Saya berpendapat bahwa identitas budaya harus menjadi bagian dari rutin
litani faktor nonlinguistik dinilai dalam studi variasi bahasa.