knowledge concerning this issue to

knowledge concerning this issue to Abū Bakr (rta) who asked the people if someone shared that knowledge with the narrator in question. At this, one of audience rose and corroborated him. Abū Bakr (rta) was satisfied. The narrative remained a khabar-i wāḥid
even after corroboration by a second narrator. Yet the
corroboration added some strength to it which satisfied Abū Bakr
(rta). He did his best to ensure that he received reliable knowledge. If he had been convinced of the authoritativeness of khabar-i
wāḥid, he would not have sought the corroboratory evidence

Results (Indonesian) 1:

pengetahuan tentang masalah ini kepada Abū Bakr (rta) yang meminta orang-orang jika seseorang berbagi pengetahuan dengan narator yang bersangkutan. Ini, salah satu penonton naik dan dikuatkan kepadanya. Abū Bakr (rta) adalah puas. Narasi tinggal khabar-i wāḥidbahkan setelah kekeliruan oleh seorang narator kedua. Namunkekeliruan ditambahkan beberapa kekuatan yang puas Abū Bakr(rta). Dia melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa ia menerima pengetahuan yang dapat diandalkan. Jika ia telah yakin authoritativeness khabar-iwāḥid, ia akan tidak mencari bukti corroboratory

Results (Indonesian) 2:

pengetahuan mengenai masalah ini ke Abu Bakar (rta) yang meminta orang-orang jika seseorang berbagi pengetahuan dengan narator yang bersangkutan. Pada ini, salah satu penonton naik dan dikuatkan dia. Abu Bakar (rta) puas. Narasi tetap khabar-i a Wahid
bahkan setelah bukti yang menguatkan oleh narator kedua. Namun
menguatkan menambahkan beberapa kekuatan untuk itu yang puas Abu Bakr
(rta). Dia melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa ia menerima pengetahuan yang dapat diandalkan. Jika ia telah yakin keberwenangan khabar-i
Wahid, dia tidak akan mencari bukti-bukti nyata