Mari found “Boy Meets Girl” imperfe

Mari found “Boy Meets Girl” imperfect, but also groundbreaking and heartwarming: “Ricky is sweet and smart and quirky and cute, and I dare you all not to have a crush on her by the end of the film. She’s also a whole person, with feelings and dreams and heartbreaks and desires all her own that don’t necessarily have anything to do with being trans. While she is feminine, she’s far the hyper-femme stereotypes, with a definite tomboy spirit. She’s perhaps one of the most nuanced, least stereotypical trans characters that has ever been portrayed in film.”

Results (Indonesian) 1:

Mari menemukan "Anak laki-laki bertemu gadis" tidak sempurna, tetapi juga inovatif dan menghangatkan hati: "Ricky manis dan pintar dan unik dan lucu, dan saya berani Anda untuk tidak memiliki naksir dirinya pada akhir film. Dia juga seutuhnya, dengan perasaan dan impian dan patah hati dan keinginan semua nya sendiri yang tidak perlu harus ada hubungannya dengan menjadi trans. Sementara dia feminin, dia adalah jauh stereotip hiper-femme, dengan semangat tomboi pasti. Dia mungkin adalah salah satu karakter trans stereotip paling bernuansa, paling tidak yang pernah telah digambarkan dalam film."

Results (Indonesian) 2:

Mari menemukan "Boy Meets Girl" tidak sempurna, tetapi juga inovatif dan menghangatkan hati: "Ricky adalah manis dan cerdas dan unik dan lucu, dan saya berani Anda semua untuk tidak memiliki naksir dia pada akhir film. Dia juga manusia seutuhnya, dengan perasaan dan mimpi dan patah hati dan keinginan semua sendiri yang belum tentu ada hubungannya dengan menjadi trans. Sementara dia feminin, dia jauh stereotip hiper-femme, dengan semangat tomboi yang pasti. Dia mungkin salah satu yang paling bernuansa, setidaknya karakter trans stereotip yang pernah digambarkan dalam film. "