Time has left its mark on the Yahya

Time has left its mark on the Yahya family house, but the residual grandeur of the rich architecture is still awe-inspiring. The house was owned by Yahya’s grandfather Ghulam Haider Khan. Later Rahat Ali Khan, an uncle of Yahya, inherited it from his father. Saadat Ali Khan, Yahya Khan’s father, got another house in the same lane that has already been razed to the ground.
The walls of the 27-marla house are about 30 feet high, constructed with Waziri bricks, wood ashes and lime stone. The main gate is intricately crafted in wood and bears beautiful floral carvings, geometric patterns and Persian calligraphy.
Currently, the house is owned by Qadir Muhammad Khan who lives there with a big family. Qadir’s father purchased it from Rahat Ali Khan. “We purchased it for Rs25,000 in 1970,” Qadir told The Express Tribune. “Neither in 1970 nor now has anyone realised its historical value, though I know that after standing strong for 75 years, a building becomes a historical asset.”

Results (Indonesian) 1:

Waktu telah meninggalkan jejak di rumah keluarga Yahya, tapi sisa kemegahan arsitektur kaya masih menakjubkan. Rumah ini dimiliki oleh kakek Yahya Ghulam Haider Khan. Kemudian Rahat Ali Khan, paman Yahya, mewarisi dari ayahnya. Saadat Ali Khan, Bapa Yahya Khan, punya satu lagi rumah di jalan yang sama yang telah dihancurkan ke tanah.
Tembok rumah 27-marla adalah sekitar 30 kaki tinggi, dibangun dengan batu bata Waziri, kayu abu dan batu kapur. Gerbang utama yang rumit dibuat di kayu dan beruang ukiran bunga yang indah, pola-pola geometris dan Persia kaligrafi.
saat ini, rumah ini dimiliki oleh Qadir Muhammad Khan yang tinggal di sana dengan keluarga besar. Qadir's ayah membeli dari Rahat Ali Khan. "Kami dibeli untuk Rs25, 000 tahun 1970," Qadir mengatakan kepada The Express Tribune. "Tidak pada tahun 1970 atau sekarang siapa pun telah menyadari nilai sejarah, meskipun aku tahu bahwa setelah berdiri kuat 75 tahun, sebuah bangunan menjadi aset yang sejarah."