that the Prophet (sws) started has

that the Prophet (sws) started has to go on till the whole mankind
embraces Islam and declares Allah to be the only deity. This is
plainly wrong. History falsifies this interpretation. We know that
the Prophet (sws) accepted jizyah from the People of the Book as
well as the Magians (al-majūs). He did not force them to say that
there is no God but Allah. Similarly all such people who
contracted treaties with Muslims, before their subjugation
(mu‘āhid/ahl al-ṣulḥ), were allowed to follow their religion.
They too were not forced to convert. We must, therefore, try to
discover the true meaning of this narrative. If we consider the
word “the people” in the narrative specifically referring to the
children of Ismā‘īl, based on obvious textual indications, the
ḥadīth narrative conforms to the teachings of the Qur’ān.

Results (Indonesian) 1:

bahwa Nabi (sws) mulai memiliki terus sampai semua umat manusiamemeluk Islam dan menyatakan Allah untuk menjadi dewa hanya. Ini adalahjelas salah. Sejarah penyempurna interpretasi ini. Kita tahu bahwaoleh nabi (sws) yang diterima dari orang-orang buku sebagaiserta Majusi (al-majūs). Ia tidak memaksa mereka untuk mengatakan bahwaada Tuhan selain Allah. Demikian pula semua orang yangkontrak perjanjian dengan Muslim, sebelum penaklukan mereka(mu'āhid ahl al-ṣulḥ), diperbolehkan mengikuti agama mereka.Mereka juga tidak dipaksa untuk mengkonversi. Kita harus, karena itu, mencoba untukmenemukan arti sebenarnya dari cerita ini. Jika kita mempertimbangkankata "orang" dalam cerita secara spesifik merujuk padaanak-anak Ismā'īl, berdasarkan jelas indikasi tekstual,Narasi ḥadīth sesuai dengan ajaran-ajaran Al-Qur ' ān.