It did not help Pruitt-Igoe and its

It did not help Pruitt-Igoe and its residents that funding was often cut and rent raised to attempt to pay for maintenance. (St. Louis, despite the attempts of the government, steadily lost its population, and since housing projects rely on overcrowding, Pruitt-Igoe lost residents, or income.) And so, this led to overflowing trash, broken light bulbs, broken elevators, urine-stained walls, dark corridors, and broken windows. Residents felt unsafe in stairwells — and even elevators — where muggers and potential rapists hid. Katharine G. Bristol outlines this in her essay, The Pruitt-Igoe Myth.

Results (Indonesian) 1:

Itu tidak membantu Pruitt-Igoe dan penduduk yang pendanaan sering dipotong dan sewa dibangkitkan untuk mencoba untuk membayar untuk pemeliharaan. (St Louis, meskipun upaya dari pemerintah, terus kehilangan penduduknya, dan karena proyek-proyek perumahan mengandalkan kepadatan penduduk, Pruitt-Igoe kehilangan penduduk, atau pendapatan.) Dan begitu, hal ini menyebabkan dipenuhi sampah, bola lampu rusak, rusak Elevator, dinding bernoda urin, koridor gelap, dan jendela pecah. Penduduk merasa tidak aman di tangga- dan bahkan Lift-mana penjahat dan potensi pemerkosa bersembunyi. Katharine G. Bristol menguraikan ini dalam esainya, The Myth Pruitt-Igoe.

Results (Indonesian) 2:

Itu tidak membantu Pruitt-Igoe dan warganya bahwa dana sering dipotong dan sewa mengangkat mencoba untuk membayar untuk perawatan. (St. Louis, meskipun upaya dari pemerintah, terus kehilangan penduduknya, dan karena proyek perumahan bergantung pada kepadatan penduduk, Pruitt-Igoe hilang penduduk, atau pendapatan.) Dan, hal ini menyebabkan meluap sampah, patah bola lampu, lift yang rusak , urin bernoda dinding, koridor gelap, dan jendela pecah. Warga merasa tidak aman di tangga - dan bahkan lift - di mana penjahat dan pemerkosa potensial bersembunyi. Katharine G. Bristol menguraikan ini dalam esainya, The Pruitt-Igoe Mitos.